PENYIARAN AGAMA YANG BERNUANSA KERUKUNAN

Posisi penyiaran agama terhadap kerukunan dapat bervariasi. Dapat terjadi penyiaran agama yang menimbulkan gangguan terhadap kerukunan, bahkan dapat memicu konflik. Dapat pula terjadi penyiaran agama yang menimbulkan kesejukan, kedamaian dan memelihara kerukunan umat beragama. Makalah yang sederhana ini fokus kepada bagaimana mengelola penyiaran agama yang bernuansa kerukunan. Untuk mendudukkan masalah akan dilakukan dengan pendekatan multikultural, yaitu dengan memilah ruang privat dengan ruang publik.

Dalam konteks ini ruang privat adalah ruang bagi masing-masing komunitas agama mengekspresikan agamanya, sedangkan ruang publik adalah ruang bersama bagi seluruh komunitas agama di Indonesia. Untuk sekedar contoh, pemakalah mengambil dari penyiaran agama Islam.

Telah seringkali dijelaskan bahwa negara Indonesia bukanlah negara agama (teokratis) yang berdasarkan kepada satu agama tertentu. Negara Indo-nesia juga bukan negara sekuler yang tidak berdasarkan agama dan tidak memperdulikan agama. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila, yang memposisikan agama (Ketuhanan Yang Maha Esa) sebagai dasar yang pertama, dan yang warganya adalah umat beragama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, dan lain-lain), dan yang tidak membolehkan adanya faham-faham yang anti agama atau anti Tuhan (seperti ateisme, dan lain-lain). Oleh karena itu negara Indonesia dapat disebut sebagai negara religius, betapa pun dalam kenyataan belum tercermin sebagaimana diharapkan, bahkan dipengaruhi oleh trend global yang sekularistik.

Dalam negara Indonesia diupayakan untuk mempertemukan kepentingan agama dengan kepentingan negara. Kita sebagai umat beragama berkepentingan untuk memeluk agama, menjalankan agama dan beribadat menurut agama masing-masing. Kita sebagai warga negara berkepentingan untuk menjalankan fungsi kita sebagai warga negara yang baik, yang taat hukum, turut mempertahankan negara dari berbagai ancaman, turut memelihara dan membangun bangsa dan negara agar dapat maju secara signifikan. Jadi, yang dikehendaki adalah agar kita menjadi umat beragama yang baik dan menjadi warga negara yang baik secara integral.

Dalam KBM 1979 disebutkan bahwa Penyiaran Agama adalah segala kegiatan yang bentuk, sifat dan tujuannya untuk menyebarluaskan ajaran sesuatu agama. Selanjutnya mengenai tata cara pelaksanaan penyiaran agama diatur sebagai berikut : Pasal 3 Pelaksanaan penyiaran agama dilakukan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa, saling menghargai dan saling menghormati antara sesama umat beagama serta dengan dilandaskan pada penghormatan terhadap hak dan kemerdekaan seseorang untuk memeluk/ menganut dan melakukan ibadat menurut agamanya.Pasal 4 Pelaksanaan penyiaran agama tidak dibenarkan untuk ditujukan terhadap orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama lain dengan cara : a. Menggunakan bujukan dengan atau tanpa pemberian barang, uang, pakaian, makanan dan atau minuman, pengobatan, obat-obatan dan bentuk-bentuk pemberian apapun lainnya agar orang atau kelompok orang yang telah memeluk/menganut agama yang lain berpindah dan memeluk/menganut agama yang disiarkan tersebut b. Menyebarkan pamflet, majalah, bulletin, buku-buku, dan bentuk-bentuk barang penerbitan cetakan lainnya kepada orang atau kelompok orang yang telah memeluk /menganut agama yang lain. c. Melakukan kunjungan dari rumah ke rumah umat yang telah memeluk/menganut agama yang lain.

Pada Pasal 35 dan 36 diatur mengenai isi siaran sebagai berikut : Pasal 35 Isi siaran harus sesuai dengan asas, tujuan, fungsi, dan arah siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5. Pasal 36 Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.

Agar penyiaran agama dapat berjalan baik dan bernuansa kerukunan maka seluruh regulasi tersebut perlu diindahkan.

Apabila diperhatikan berbagai regulasi sebagaimana dikemukakan di atas, jelas tampak adanya upaya untuk memenuhi kepentingan privat (umat beragama) dan kepentingan publik (negara) secara serasi dan integral. Hal ini telah mencerminkan suatu kebijakan multikultural, bahwa kepentingan privat dan kepentingan publik diperhatikan dan dikembangkan dalam suatu tatanan yang tertib, serasi dan integral.

Dalam pada itu, perlu diingat pula bahwa komunitas internal umat beragama adalah cukup bervariasi pula. Misalnya umat Islam. Penyiaran Islam dapat dilakukan secara umum di kalangan Islam, diposisikan sebagai ruang privat dalam hubungan dengan umat agama lainnya dan dengan ruang publik. Akan tetapi apabila penyiaran agama Islam dilakukan dalam versi khusus, misalnya versi Muhammadiyah, atau NU atau salafiyah maka perlu penyesuaian audiensnya. Atau sebaliknya untuk audiens dengan kecenderungan tertentu, perlu versi penyiaran agama Islam dengan versi tertentu, atau secara umum saja. Hal ini untuk menjaga kerukunan internal agama. Dalam konteks antar agama, sebagaimana dimaklumi terdapat sejumlah perbedaan, di samping adanya persamaan-persamaan. Amatlah diperlukan kearifan dalam melaksanakan penyiaran agama yang isinya mengungkapkan tentang perbedaan antar agama tersebut. Perlu dijaga agar penjelasan yang diberikan tidak menimbulkan pandangan dan penyikapan yang negatif terhadap umat lain yang pada gilirannya dapat menimbulkan tindakan negatif dan konflik. Dengan kata lain, timbul gangguan publik, atau lebih parah lagi dapat menjadi ancaman terhadap negara.

Pengelolaan penyiaran agama yang difokuskan kepada nilai-nilai kebajikan, nilai-nilai kesucian, nilai-nilai keadilan, keselamatan dan kesejahteraan, serta nilai-nilai universal lainnya amatlah baik dikembangkan di ruang privat dan di ruang publik. Penyiaran agama semacam ini amat perlu dan amat bermanfaat bagi kepentingan internal umat beragama, antar umat beragama, negara Indonesia, dan umat manusia pada umumnya.

Sumber: http://lpkub.org/Jurnal%20KUB/edisi2/penyiaran.htm